SUMPAH PEMUDA DAN PENDIDIKAN KEBUDIUTAMAAN
Oleh Umi Salamah
Ka. Prodi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Budi Utomo Malang
“Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, namun satu
orang pemuda dapat mengubah dunia” “Ayo bangkit! dan berjuanglah untuk
Indonesia, wahai Pemuda Indonesia,” (Soekarno).
Refleksi Sumpah Pemuda dan Ttumbuhnya semangat
nasionalisme
Peristiwa 28
Oktober, 85 tahun lalu merupakan peristiwa yang benar-benar super heroik.
Bagimana tidak, di tengah penjajahan kolonial Belanda yang dikenal sangat
kejam, sekelompok pemuda yang terhimpun dalam organisasi Perhimpunan Indonesia, dengan gagah berani mengikrarkan “Satu tanah
air, Satu bangsa, dan Satu bahasa, yakni Indonesia”. Tanpa ikrar sumpah pemuda,
barangkali sampai saat ini kita belum bisa merdeka.
Para pemuda
tersebut telah membuktikan bahwa anggapan jelek dari kolonial terhadap bangsa
Indonesia sebagai “Laksheid” atau
bangsa yang malas, tidak bersatu, dan saling bermusuhan itu tidak benar. Sumpah
pemuda merupakan tonggak semangat persatuan dan kesatuan dalam memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. Rasa cinta tanah
air (nasioanlisme) benar-benar membangkitkan keberanian untuk membela tanah
air. Peristiwa inilah yang menggerakkan bangsa Indonesia hingga mencapai kemerdekaan. Peristiwa ini diinspirasi dari
lahirnya organisasi Budi Utomo yang sekarang diperingati sebagai hari
kebangkitan nasional. Nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Budi Utomo itulah
yang menyemangati para pemuda Indonesia waktu itu untuk membela bangsanya
menuju ke harkat dan martabat yang lebih tinggi.
Saat ini sudah 68
tahun Indonesia merdeka. Ironisnya hampir seluruh aspek kehidupan bangsa
terguncang dahsyat oleh perubahan yang sangat cepat. Kita merasakan krisis
multidimensional melanda di bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Nilai
kesatuan dan keakraban bangsa menjadi longgar, nilai-nilai agama, budaya dan
ideologi terasa kurang diperhatikan, terasa pula pembangunan spiritual bangsa
tersendat, discontinue, unlinier dan unpredictable.
Hal itu
menunjukkan bahwa pemerintah telah gagal membangun rasa nasionalisme di
berbagai bidang. Keteladanan yang ditunjukkan oleh pemerintah justru
bertentangan dengan rasa nasionalisme. Ketidakadilan di bidang hukum, kekacauan
di bidang ekonomi, kesenjangan di bidang pendidikan, kerawanan di bidang
sosial, kecenderungan menjual sumberdaya alam merupakan bukti kekagagalan
pemerintah dalam membangun rasa nasionalisme.
Semua kerusakan itu bersumber dari rusaknya akhlak atau budi pekerti
bangsa Indonesia yang sudah bergeser dari nasionalisme ke pragmatisme.
Dalam keadaan
seperti sekarang ini, sering tampak perilaku masyarakat menjadi lebih korup,
terutama bagi yang memiliki kesempatan. Korupsi telah merajalela dan berjamaah
begitu rapat. Media massa mengekspos besar-besaran kasus korupsi yang tidak
pernah ditangani secara serius. Fenomena ini berdampak pada makin akutnya
gejala pragmatisme di kalangan generasi muda. Hal itu dapat dilihat pada makin
banyaknya generasi muda yang ikut-ikutan melakukan korupsi dan penyimpangan
moral di setiap kesempatan.
Di sisi lain, kondisi saat ini juga
menimbulkan sikap frustasi bagi rakyat awam yang rapuh. Mereka cenderung
mendemostrasikan sikap beringas, antisosial, antikemapanan, dan kontraproduktif
yang menyebabkan ketidakseimbangan rasio dan emosi masayarakat.
Ketidakseimbangan
rasio dan emosi masayarakat itu berimbas pada makin maraknya kenakalan remaja,
seperti perkelahian antarpelajar, pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, yang
berpengaruh pada menurunnya semangat dan kualitas belajar. Apabila kondisi ini
tidak diantisipasi sejak dini akan menimbulkan gejala sosial yang dapat
berakibat fatal bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita
benar-benar merindukan moralitas pemimpin dan generasi muda yang penuh dengan
kegigihan, ketulusan, kebersamaan, kesantunan, kejujuran, dan keberanian dalam
membela dan memperjuangkan tanah air Indonesia sebagaimana dicontohkan para
pemuda waktu itu. Apakah pendidikan
kebudiutamaan sebagaimana yang dirintis oleh organisasi Budi Utomo mampu
menyiapkan generasi yang berbudi pekerti dan tangguh bersaing dalam
meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
Pendidikan Kebudiutamaan sebagai representasi
cita-cita Sumpah Pemuda
Dalam dunia pendidikan, era perubahan radikal dapat
dilihat dengan adanya penjungkirbalikan nilai-nilai yang telah kita miliki
menjadi porak poranda. Nilai-nilai itu hampir tercabut sampai ke akar-akarnya.
Bagi kita yang masih memiliki rasa nasionalisme merasa perlu melakukan
diagnosis terhadap sikap dan perilaku yang menyimpang dari norma dan moral yang
kurang terkendali ini. Juga perlu dicarikan pola terapi yang tepat melalui
pendidikan yang menekankan budi pekerti dan daya saing dengan pendekatan
keakraban nasional, sebagaimana yang diungkapkan oleh Soekarno bahwa “bangsa
kita adalah bangsa yang besar, berbeda-beda tetapi tetap satu, yaitu
Indonesia”.
Paradigma
pendidikan masa sekarang yang sangat kita butuhkan adalah keseimbangan antara
pembinaan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Apabila seluruh
bangsa berkehendak untuk mengembalikan suasana persatuan dan kesatuan bangsa
yang kondusif dan patriotik, maka sangatlah urgen untuk menata kembali politik
pendidikan nasional kita yang menekankan keseimbangan ketiga kecerdasan
tersebut.
Sehubungan
dengan itu, dalam kondisi yang memprihatinkan ini, marilah kita bersatu padu mewujudkan Indonesia yang
lebih baik berdasarkan nilai-nilai kebudiutamaan yang telah diwariskan oleh pendiri
negara kita, yaitu dengan mengembangkan paradigma pendidikan bangsa yang
patriotis, agamis, ideologis, dan berjiwa optimis dengan menyelaraskan ketiga
kecerdasan, intelektual, emosional, dan spiritual.
Pendidikan
kebudiutamaan diilhami oleh organisasi
Budi Utomo sebagai het schoone striven
(ikhtiar yang indah), yang mengandung arti ‘cendekiawan berbudi mulia’ atau
‘kebudayaan yang mulia’. Bangsa Indonesia saat itu yakin bahwa untuk mencapai
kemerdekaan dan melenyapkan penjajahan harus dilawan dengan kecerdikan dan
kearifan diplomasi bukan hanya dengan mengangkat senjata. Kecerdikan dan
kearifan itu hanya bisa dimiliki melalui pendidikan intelektual dan moral.
Sehubungan dengan
itu, pendidikan kebudiutamaan merupakan
terapi mental bangsa dengan jiwa optimis sebagai upaya penyembuhan dari
penyimpangan perilaku fisik dan mental psikologis bangsa ini. Pendidikan
kebudiutamaan bertujuan mengembangkan jiwa patriotisme, kesadaran
berbangsa, dan negara yang mengedepankan pendidikan nilai (agama, ideologi, dan
budaya) bangsa, pendidikan karakter, dan
pendidikan politik bagi generasi masa depan bangsa.
Pelaksanaan dalam
program pembelajaran pendidikan kebudiutamaan
adalah berbasis karakter kebangsaan. Nilai-nilai yang diajarkan dalam
pendidikan kebudiutamaan menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik
yaitu moral knowing atau pengetahuan
tentang moral, moral feeling atau
perasaan tentang moral dan moral action
atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik mampu memahami,
merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan.
Adapun nilai etik
utama yang harus diajarkan dalam sistem pendidikan kebudiutamaan adalah (a)
sikap dapat dipercaya (trustworthy)
yang meliputi sifat jujur (honesty) dan integritas (integrity), (2) sikap memperlakukan
orang lain dengan hormat (treats people
with respect), (3) sikap bertanggung jawab (responsible), (4) sikap adil
(fair), (5) sikap kasih sayang
(caring), dan (6) sikap sebagai warga
negara yang baik (good citizen).
Apabila pendidikan
kebudiutamaan ini dijadikan sebagai mata pelajaran di tingkat dasar dan
menengah dan dijadikan sebagai matakuliah di tingkat perguruan tinggi,
keseimbangan antara pembinaan kecerdasan intelektual, emosional, piritual yang
dilandasi semangat nasionalis akan membentuk moralitas yang baik, memiliki daya
saing, dan memiliki rasa kebangsaan (nasionalisme) yang tinggi. Dengan demikian akan terwujud
generasi sebagaimana para pemuda yang berhasil
membawa kemerdekaan Indonesia. Yang lebih mendasar dari pendidikan
kebudiutamaan ini adalah perlunya keteladanan orang dewasa (guru, dosen, orang tua, para pejabat
pemerintah, tokoh masyarakat, dan lain-lain), karena pendidikan kebudiutamaan
lebih menekankan pada etika dan pendidikan moral berbangsa dan bernegara. Dengan demikian yang perlu mendapat perhatian
adalah membangkitkan kesadaran jiwa untuk menggairahkan peran hati nurani
sebagai makhluk Tuhan, sebagai pribadi, dan sebagai bangsa Indonesia.
0 comments:
Post a Comment