Thursday, May 8, 2014

Posted by Unknown | File under :


KEMBALIKAN PENDIDIKAN KE AKAR BUDAYA IDEOLOGI PANCASILA: untuk Peradaban Indonesia yang Santun, Tangguh, dan Unggul
Dalam Rangka Memperingati Hari Pendidikan Nasional

Oleh Umi Salamah
Akademisi dan Pengamat Sosial-Politik

“Bangsa yang tidakpercayakepadakekuatandirinyasebagaisuatubangsa, tidakdapatberdirisebagaisuatubangsa yang merdeka” (Soekarno)

Kasus JIS dan maraknya kecurangan pemilu legislatif tamparan wajah pendidikan kita, Bagaimana Pandangan Ki Hajar Dewantara
Kasus pelecean seksual di Jakarta International School (JIS), maraknya kecurangan pemilu legislatif baru-baru ini, menurunnya moralitas dan kualitas pendidikan yang tidak lagi menjunjung nilai-nilai adiluhung bangsa merupakan tamparan wajah pendidikan di Indonesia. Out putatau lulusan pendidikan yangcenderung menghasilkan anak-anak bangsa yang membeo dan berkarakter pragmatisserta parapengambilkebijakanpendidikanyang belum mampu menjadikan pendidikan dalam negeri sebagai tuan rumah di negeri sendiri merupakan lemahnya fondasi sistem pendidikan kita. Lebih ironis lagi, kriteria akreditasi sekolah sampai perguruan tinggi masih didasarkan pada kriteria luar yang dipaksakan untuk mengukur kualitas pendidikan di dalam negeri ini. Akibatnya, bukan moralitas baik sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dikejar tetapi demi pemenuhan standar luar itu, mereka melakukan dengan berbagai kecurangan. Bagaimana nasib bangsa dan negaraini jika pendidikan kita tidak segera dibenahi? Apa sebenarnya pendidikan yang baik bagi bangsa Indonesia menurut Ki Hajar Dewantara?
Bulan ini tepatnya2 Mei merupakan hari lahir tokoh pendidikan di Indonesia, Ki Hajar Dewantara.Melihat sistem pendidikan sekarang ini, dengan makin menurunnya moralitas dan meningkatnya kecenderungan siswa menjadi apatis, psimis, dan pragmatis, patutlah kalau kita mulai melihat kembali apa  arti dan tujuan pendidikan sebagaimana telah dicetuskan oleh Beliau.
MenurutKi Hajar Dewantara pendidikan merupakan usaha untuk memajukanseluruh bangsatanpamembeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, status ekonomi, ststus sosial, dan harusdidasarkankepadanilai-nilaikemerdekaan yang asasi. Berdasarkan pengertian ini, seharusnya tidak ada lagi pengkelasan/elitisasi pendidikan berdasarkan status sosial dan ekonomi seperti JIS dan sejenisnya. Semua rakyatmestinya berhak memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang baik tanpa deskriminasi.
Selanjutnya, beliau menjelaskan bahwa mendidik merupakan proses memanusiakan manusia ke taraf yang lebih berkualitas melalui komunikasi yang otentikdengan “asih, asah, dan asuh” dengan proses “ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”. Format pendidikan seperti ini jika diwujudkan dalam pendidikan akan menghasilkan generasi yang santun dan unggulsertamemiliki karakter kebangsaan yang kuat dan daya saing global yang hebat. Untuk itu, Pengambil kebijakan pendidikan mestinyalebih banyak merumuskan dan mengembangkan pendidikan yang berakar pada kebudayaan sendiri daripada membeli rumus asing yang tidak relevan dengan kepribadian dan kebutuhan bangsa.
Lebih lanjut, Ki Hajar Dewantara merumuskan tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” dan “memperbarui diri”. Di sinilah pendidikan berfungsi menjadikan peserta didik semakin mampu menguasai dirinya, beradab, dan berkembang sesuai dengan potensinya. Dengan demikian, akan tumbuh sikap yang mandiri dan bertanggung jawab, sehingga  mampu menentukan sikap dan masa depannya sesuai dengan nilai-nilai luhung bangsa Indonesiasertamampu beradaptasi dalamperadaban dunia.

Kembalikan Pendidikan kita ke Akar Budaya yang bersumber pada Ideologi Pancasila
Pendidikanberbasis kebudayaan “nano-nano” danberbaukapitalis selama ini sudah terbuktitidakmampu membentukkarakteranakmenjadilebihbaik.Akibatnya, perilakuanakjauhdarisubstansikebudayaanbangsa Indonesia.Sikapsopan-santun/tata-kramabergesermenjadi ‘urakan’ dan ‘sokjagoan’, mentalitaskerjakerasbergesermenjadikemalasandanuntung-untungan, sukamenolongdangotongroyongbergesermenjadiegoisdansukaberkelahi, sikapproduktifbergeser menjadihedonisdankonsumtif, sikapoptimisbergesermenjadipsimis. 
Fenomena meningkatnya budayakorupsi, tawuran, pelecehan seksual, berbagai kecurangan, dan penyimpangan moral lainnya diakibatkankarenakurangteguhnya fondasi sistem pendidikandi Indonesia. Kurikulum di Indonesia yang kebarat-baratan dan sangat padat materi, cenderung lebih mementingkansiswanya menguasai materi danmemilikinilai yang bagusdaripada memperhatikan moral danetikanya.
Untukmengembalikankepada sistempendidikan yang berakar tangguhkitaharusberaniberpegang teguh padakebudayaansendiri.Pendidikanharuskembalipadaakar kebudayaanyang bersumber dari ideologi Pancasila.Pendidikanharusmampumenjawabproblema-problemadantantanganmasyarakat Indonesia, bukanpendidikan yang berorientasipadateorikapitalis.Pendidikanharusbertolakdarihasilrisetmasyarakat Indonesia dalamberbagaibidang, baik yang berkaitan dengan nilai-nilai yang terkadung dalam Pancasila, kebutuhan bangsa dan negara, maupun kemajuan IPTEK.
Sudahsaatnyalembagapendidikan di Indonesia mencanangkansistempendidikanyang kuat dan tangguh berakar pada kebudayaan sendiri yang bersumber dari ideologiPancasila. Sudah saatnya pula sistem pendidikan di Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Dari mana pun institusinya ketika berada di Indonesia mestinya harus tunduk pada sistem pendidikan kita. Stop ketergantungan pada kebudayaan kapitalis asing dan kembali pada kebudayaan bangsa, karena sila-sila dalam Pancasila jika dikaji dan diejawantahkan dalam pendidikan akan menghasilkan anak bangsa yang berkarakter kuat dan mampu menghadapi tantangan kemajuan IPTEK. Untuk itu diperlukan pemimpin yang mampu melepaskan diri dari cengkerapan ideologi kapitalis bukan yang menjadi budak kapitalis. Pemimpin yang tegas bukan berarti kejam dan keras terhadap bangsanya sendiri dan luluh di kaki kapitalis asing tetapi pemimpin yag berani memperjuangkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dari penindasan kapitalis serta berpegang teguh pada ideologi bangsa sendiri.

0 comments:

Post a Comment