JADIKAN SEMANGAT KELAHIRAN PANCASILA SEBAGAI SPIRIT
PILPRES 2014: Menuju Indonesia yang damai,
mandiri, dan bermartabat
Umi Salamah
Akademisi dan Pengamat sosial poliitik
"YANG
saya impi-impikan adalah kerukunan Pancasilais dari segala suku-bangsa, segala agama, segala
aliran politik, dan segala kepercayaan" --- Soekarno (Tavip, hal.42).
Implementasi nilai-nilai Pancasila selalu siap menjadi solusi problematika hidup
Bangsa Indonesia
Negara kita
adalah negara yang plural, multikultural, multi agama, dan multi suku, maka isu SARA dapat menjadi pemicu pemecah belah
bangsa. Sejatinya, semangat memperingati lahirnya Pancasila tidak hanya sebatas tataran seremonial atau pun retorik saja, melainkan bagaimana
kita mampu menghidupkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila
secara seimbang, sehingga nilai-nilai idealistik Pancasila itu dapat seirama
sejalan dengan nilai realistik yang ada di masyarakat kita. Oleh karena itu,
sekecil apa pun tindakan yang dapat memicu perpecahan bangsa harus kita hindari
dari bumi pertiwi ini, karena jelas bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Mari sejenak kita simak sepotong pidato Bung Karno yang digaungkan di depan BPUPKI, saat lahirnya Pansasila ”Kita adalah masyarakat yang ingin
keluar dari belenggu penjajahan, membentuk nasion Indonesia, untuk berketuhanan, berperikemanusiaan, kebangsaan
Indonesia, berpermufakatan,
untuk berkeadilan
sosial”. Lima sila dari
Pancasila yang dirumuskan dari pemikiran visioner para founding fathers
bangsa ini sangat menakjubkan. Tiap poin yang tergabung dalam sila tersebut selalu
relevan sepanjang masa dan selalu siap menjadi panduan dasar hidup berbangsa. Lima sila yang menjadi cara dan sudut pandang
orang Indonesia dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara itu, harus
dipertahankan dan diperjuangkan agar bangsa kita memiliki kepribadian yang kuat
dan mampu bersanding sejajar dengan bangsa maju. Kelima poin sila tersebut,
tidak ada yang terbantahkan oleh siapapun kebenaran dan fungsiya sebagai solusi
dalam mengatasi problematika bangsa kita.
Semula, nilai-nilai
Pancasila sangat idealistik dan sangat kokoh untuk membangun bangsa yang
mandiri dan bermartabat, namun, akhir-akhir ini nilai-nilai tersebut runtuh akibat sikap dominan bangsa ini yang cenderung
berpikir pragmatis dan oportunis. Sebagai
bangsa yang besar kita harus menyadari bahwa kita beragam dan kita memiliki
sumberdaya yang sangat besar sebagai kekayaaan bangsa Indonesia. Kekayaan itu tidak akan ada artinya jika tidak
dikelola berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, untuk mencapai
cita-cita tersebut, semangat persatuan dan keadilan sosial harus kita utamakan dan
kita tegakkan.
Realitas saat ini masih jauh dari harapan dan cita-cita lahirnya Pancasila
itu. Sejak
berkuasanya rezim
Orde Baru, rakyat Indonesia dijerumuskan ke
dalam penjajahan gaya baru kapitalisme-imperialisme yang cenderung liberalis, ”Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan kemanusiaan yang adil dan beradap”
terkikis dari kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Pada hari peringatan lahirnya
Pancasila 1 Juni 2014 ini
pun,
liberalisasi masih sangat
massif di segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, baik di
bidang
politik, ekonomi, maupun
sosial-budaya. Mengapa hal ini
terjadi? Karena tidak ada lagi jaminan dari negara untuk hidup
berdemokrasi Pancasila, bertoleransi dengan nilai-nilai Pancasila. Arah kebijakan ekonomi dan politik
negara--pemerintah semakin jauh
dari semangat dan cita-cita Pancasila, sehinga menghasilkan kualitas hidup
rakyat yang semakin rendah, bertambahnya
jumlah angka kemiskinan, dan pengangguran.
Apabila hal ini terus dibiarkan akan terjadi kesenjangan
sosial yang dapat memicu pecahnya semangat persatuan.
Sunguh sangat memprihatinkan, Jelang Pilpres 2014, di
akhir masa pemerintahan Nekolim-Neolib SBY-Boediono hingga saat ini secara
mendasar belum memperlihatkan perbaikan kemajuan dan
kesejahteraan hidup yang
berkeadilan sosial. Kekuasaannya masih saja melanggengkan
keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan, dan mentalitas inlander suatu bangsa.
Lebih parah lagi fenomena yang terjadi pada Pilpres tahun 2014 ini juga
diwarnai dengan berbagai perilaku dan sikap yang jauh dari nilai-nilai Pancasila.
Maraknya kampanye hitam dan hujatan terhadap lawan kandidat oleh capres maupun
timsesnya pada Pilpres 2014 ini pun seakan meniadakan nilai ketuhanan dan
kemanusiaan yang adil dan beradap.
Kampanye hitam itu berisi fitnah yang disadari oleh semua umat beragama
di negara kita sebagai dosa besar, bahkan lebih kejam dari pembunuhan. Mengapa
di negara yang menyakini Tuhan, kampanye hitam marak dilakukan? Ironisnya
dilakukan oleh orang-orang yang mengklaim sebagai kelompok yang teguh memegang
nilai-nilai ketuhanan agamanya.
Stop menjadi bangsa pecundang dan penghasut, Bersikaplah Kesatria dan
Spotif
Di negara maju, kampanye negatif itu wajar, tetapi di Indonesia kampanye
hitam dianggap lebih wajar dilakukan. Bahkan aparatus hukum dan bawaslu pun
terkesan sangat lamban dan basa basi tanpa sanksi dalam menangani kasus ini. Padahal
kampanye hitam tidak sekedar berupa fitnah tetapi lebih dari itu. Dampaknya
bagi generasi muda merupakan pendidikan karakter yang sangat buruk. Oleh karena
itu, tindakan tegas berupa pengusutan yang sungguh-sugguh dan pemberian sangsi
yang berat harus dlaksanakan dengan pranata hukum yang tegas dan berwibawa demi
terwujudnya rasa keadilan. Karena hal ini dapat menjadi potensi pemicu
perpecahan persatuan bangsa.
Untuk itu, bangsa
Indonesia membutuhkan persatuan kekuatan rakyat untuk berjuang mengembalikan
cita-cita politik berdasarkan ideologi
Pancasila. Perjuangan melawan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, dan mengembalikan kembali
kedaulatan Rakyat Indonesia serta menegakkan HAM dan Demokrasi di Indonesia harus terus dilakukan. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu harus
diwujudkan dalam pemikiran dan tindakan seluruh rakyat Indonesia, untuk bangkit
berdaulat dan mandiri dari keterpurukan saat ini.
Berhentilah menjadi bangsa pecundang dan penghasut. Jadilah bangsa kesatria
yang mampu menunjukkan jati diri sendiri bahwa kita memiliki potensi untuk
membangun Indonesia ke depan menjadi lebih baik dan bermartabat. Jadikan
momentum semangat lahirnya Pancasila ini sebagai spirit Pilpres 2014.
Sportivitas dan persaudaraan sebagai bangsa yang besar harus kita junjung
tinggi. Kecurangan dalam Pilpres harus dihindari dan ditindak tegas agar tidak
melukai rasa keadilan dalam berbangsa dan bernegara. Penyelenggaraan pilpres
harus dilakukan secara adil dan jujur agar tidak menjadi pemicu perpecahan
persatuan bangsa. Apabila hal ini dilakukan, siapa pun yang menjadi presiden
harus didukung oleh rakyat.
0 comments:
Post a Comment