Thursday, August 28, 2014

Posted by Unknown | File under :

RASIONALITASSTRUKTUR BIROKRASIMENUJU INDONESIA HEBAT
MencermatiWacana Perampingan Struktur Kabinet Jokowi-JK

Oleh: Umi Salamah
Akademisi dan Pengamat sosial poliitik


Rasionalisasi birokrasi yang efektif dan akuntabelmerupakan kebutuhan yang sangat vital dan mendesak untuk dilakukan karena birokrasi adalah urat nadi terstruktur dalam membangun negara dan terlibat langsung dalam formulasi, implementasi dan distribusilayanan kesejahteraan kepada rakyat.

Rasionalitasstruktur birokrasimendesak untuk dilakukan.Mengapa demikian? Mengapa tingginya APBN selama ini tidak pernah menyejahterakan rakyat?Beberapa hasil riset dan survei yang dilakukan olehlembaga independen menemukan sejumlah permasalahan yang menghambat kemajuansekaligus memperlambat tercapainya kesejahteraan rakyat Indonesia, antara lain disebabkan oleh(1) Indonesia masih merupakan negara pejabat, (2) belum efektifnya peraturan perundang-undangan, (3) pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) para PNS yang masih rendah, (4) belum terselenggaranya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bebas KKN dan akuntabel, (5) pelayanan publik yang belum memadai, dan (6) kualitas SDM Aparatur negara yang kurang profesional.
Indonesia masih merupakan negara pejabat karena Indonesia memiliki jumlah pejabat yang paling banyak dan paling gemuk di dunia. Apabila dibandingkan dengan negara Cina yang jauh lebih luas dengan jumlah penduduk yang sangat besar hanya memiliki 11kementerian.Sementara itu, Australia memiliki  28 kementerian, Korea Selatan 13, Jepang 16, Malaysia 18, dan USA hanya 15. Mereka memiliki jumlah kementerian yang ramping tetapi rakyatnya lebih maju dan lebih sejahtera.
Sementara itu, Indonesia memiliki kementrian sebanyak 34. Di samping itu, Indonesia masih memiliki pejabat nonkementrian sebanyak 30, nonstruktural 97, dan Lembaga PEMDA (Propinsi 33, kota dan kabupaten 520). Jumlah itu belum termasuk jumlah legislatif, staf ahli dan staf lainnya.Struktur politik semacam itu sangat tidak rasional, tidak efektif, dan tidak efisien karena memerlukan biaya yang sangat besar.
Biaya yang digunakan untuk menggaji dan memfasilitasi mereka sangat mahal, padahal kinerja yang mereka lakukan tidak impas dengan biaya yang dikeluarkan.Untuk itu semakin jelas permasalahannya.Mengapa anggaran APBN yang begitu besar hanya menetes kepada rakyat?karenasemua anggaran APBN hanya berhenti di atap, di elit, sehingga mustahil dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sebesar apa pun APBN jika struktur birokrasi tidak rasional, tidak akan pernah menyejahterakan masyarakat.Birokrasi yang tidak transparan dan penegakan hukum yang tidak objektif juga memicu terjadinya korupsi dalam berbagai instansi.Ini merupakan pintu terbesar bocornya anggaran yang seharusnya disalurkan kepada rakyat. Itulah sebabnya, perampingan struktur kabinet dan pejabat dengan mengacu pada rasionalitas, efektivitas, dan akuntabilitas ditunjang penegakan hukum yang objektif di Indonesia mendesak untuk dilakukan.Tanpa itu, masyarakat kita akan tetap seperti ini, korup, rendah, dan terbelakang.
Dengan rasionalisasi birokrasi pada tahun 2014– 2019 diharapkan akan terjadi perubahan paradigma dalam pemerintahan. Dari birokrasi yang lamban, feodal dan korup menjadi birokrasi yang efektif, moderen dan mengedepankan pelayanan publik. Rasionalisasi birokrasi diharapkan akan dapat mengubah struktur, organisasi, manajemen, kebijakan, pola pikir, dan budaya kerja SDM aparatur pemerintah. Kebijakan ini dianggap dapat menghemat anggaran, memperbaiki kualitas pelayanan publik dan mendorong mekanisme kerja pemerintah yang lebih efesien dan efektif. Dengan jaminan penegakan hukum yang objektif maka akan terjadi keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia. Hukum harus berlaku samadan adil, baik, ke atas maupun ke bawah.
Merasionalisasi birokrasi memang bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan namun bukan berarti tidak bisa dilakukan.Bila ada yang idealis dan telah menjadi bagian dari sistem birokrasi Indonesia dalam 30-40 tahun terakhir, makalebih banyak pesimis. Akan tetapi, jika kita menelisik keberhasilan Jokowi-Ahok dalam merasionalisasi birokrasidi DKI menjadi birokrasi yang efektif dan akuntabelmerupakan angin segar untuk memberikan suntikan motivasi dalam melaksanakanpembaharuan sistem yang dimulai dari membangun wacana soal rasinalisasi birokrasi dan diikuti tindakan nyata secara paralel dengan menciptakan (dis)incentive, kapasitas, keberanian kepemimpinan serta peran serta masyarakat dan media demi Indonesia Hebat.
Membayangkan perubahan drastis dalam skala masif dalam waktu singkat mungkin tidak adil bagi Jokowi-JK.Reformasi birokrasi memang merupakan kebutuhan vital dan merupakan sebuah grand design yang akan terus berlanjut sampai nanti benar-benar terwujud apa yang disebut sebagai good governance, yakni penyelenggaraan pemerintahan yang berlangsung secara akuntabel, profesional, efektif, efisien, transparan, terbuka dan mentaati hukum (rule of law).Sehubungan dengan itu, pemilihan kabinet yang profesional mutlak di lakukan dari mana pun asalnya (dari parpol, akademisi, maupun praktisi).Yang juga sangat penting untuk dilakukan adalah, para kabinet dalam pemerintahan harus memahami soal bagaimana merasionalisasi birokrasi dilingkungan kementriannya sambil berperan secara bertahap dalam membangun birokrasi yang efektif, efisien, dan akuntabel dalam skala yang lebih masif dan merata.
Jokowi dengan metode Blusukannya tentunya memerlukan dukungan para kabinet yang paham secara detail soal konsep dan praktek birokrasi yang sehat. Konsep Blusukan dengan mengundang partisipasi publik dalam menggalang aspirasi rakyat maupun dengan menggunakan partisipasi rakyat dalam mengontrol kinerja lembaga-lembaga nasional dan daerah merupakan sebuah terobosan bersejarah. Sementara itu, kecepatan JK dalam mengambil keputusan akan mempercepat terjadinya rasionalisasi birokrasi di Indonesia. Tentu saja harus dibarengi dengan pemilihan kabinet yang kapabel, tangguh, dan berani dalam merasionalisasi birokrasi di jajarannya.
Mencermati wacana perampingan susunan kabinet Jokowi-JK diharapkan dapat menjawab rasinalitas birokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Sebab tujuan rasinalisasi birokrasi hakikatnya untuk meningkatkan profesionalisme dan integritas birokrasi pemerintah melalui penguatan peraturan perundang-undangan, perubahan perilaku, penataan organisasi, penataan manajemen SDM aparatur, penguatan akuntabilitas, peningkatan kualitas pelayanan publik, pemberantasan praktek KKN, penerapan sistem monitoring, evaluasi kinerja dan pengawasan birokrasi yang melibatkan partisipasi masyarakat.Ketika perampingan kabinet yang profesional, tangguh, dan berani sudah terlaksana, maka pada akhirnya berujung pada peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Thursday, June 12, 2014

Posted by Unknown | File under :


JADIKAN SEMANGAT KELAHIRAN PANCASILA SEBAGAI SPIRIT PILPRES 2014: Menuju Indonesia yang damai, mandiri,  dan bermartabat

Umi  Salamah
Akademisi dan Pengamat sosial poliitik

"YANG saya impi-impikan adalah kerukunan Pancasilais  dari segala suku-bangsa, segala agama, segala aliran politik, dan segala kepercayaan" --- Soekarno (Tavip, hal.42).

Implementasi nilai-nilai Pancasila selalu siap menjadi solusi problematika hidup Bangsa Indonesia
Negara kita adalah negara yang plural, multikultural, multi agama, dan multi suku, maka isu SARA dapat menjadi pemicu pemecah belah bangsa. Sejatinya, semangat memperingati lahirnya Pancasila tidak hanya sebatas tataran seremonial atau pun retorik saja, melainkan bagaimana kita mampu menghidupkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila secara seimbang, sehingga nilai-nilai idealistik Pancasila itu dapat seirama sejalan dengan nilai realistik yang ada di masyarakat kita. Oleh karena itu, sekecil apa pun tindakan yang dapat memicu perpecahan bangsa harus kita hindari dari bumi pertiwi ini, karena jelas bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Mari sejenak kita simak sepotong pidato Bung Karno yang digaungkan di depan BPUPKI, saat lahirnya Pansasila  Kita adalah masyarakat yang ingin keluar dari belenggu penjajahan, membentuk nasion Indonesia, untuk berketuhanan, berperikemanusiaan, kebangsaan Indonesia, berpermufakatan, untuk berkeadilan sosial”. Lima sila dari Pancasila yang dirumuskan dari pemikiran visioner para founding fathers bangsa ini sangat menakjubkan. Tiap poin yang tergabung dalam sila tersebut selalu relevan sepanjang masa dan selalu siap menjadi panduan dasar hidup berbangsa.  Lima sila yang menjadi cara dan sudut pandang orang Indonesia dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara itu, harus dipertahankan dan diperjuangkan agar bangsa kita memiliki kepribadian yang kuat dan mampu bersanding sejajar dengan bangsa maju. Kelima poin sila tersebut, tidak ada yang terbantahkan oleh siapapun kebenaran dan fungsiya sebagai solusi dalam mengatasi problematika bangsa kita.
Semula, nilai-nilai Pancasila sangat idealistik dan sangat kokoh untuk membangun bangsa yang mandiri dan bermartabat, namun, akhir-akhir ini nilai-nilai tersebut  runtuh akibat sikap dominan bangsa ini yang cenderung berpikir pragmatis dan oportunis. Sebagai bangsa yang besar kita harus menyadari bahwa kita beragam dan kita memiliki sumberdaya yang sangat besar sebagai kekayaaan bangsa Indonesia.  Kekayaan itu tidak akan ada artinya jika tidak dikelola berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, untuk mencapai cita-cita tersebut, semangat persatuan dan keadilan sosial harus kita utamakan dan kita tegakkan.
Realitas saat ini masih jauh dari harapan dan cita-cita lahirnya Pancasila itu. Sejak berkuasanya rezim Orde Baru, rakyat Indonesia dijerumuskan ke dalam penjajahan gaya baru kapitalisme-imperialisme yang cenderung liberalis, ”Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan kemanusiaan yang adil dan beradapterkikis dari kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pada hari peringatan  lahirnya Pancasila 1 Juni 2014 ini pun, liberalisasi masih sangat massif di segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, baik  di bidang politik, ekonomi, maupun sosial-budaya. Mengapa hal ini terjadi? Karena tidak ada lagi jaminan dari negara untuk hidup berdemokrasi Pancasila, bertoleransi dengan nilai-nilai Pancasila. Arah kebijakan ekonomi dan politik negara--pemerintah semakin jauh  dari semangat dan cita-cita Pancasila, sehinga menghasilkan kualitas hidup rakyat yang semakin rendah, bertambahnya jumlah angka kemiskinan, dan pengangguran. Apabila hal ini terus dibiarkan akan terjadi kesenjangan sosial yang dapat memicu pecahnya semangat persatuan.
Sunguh sangat memprihatinkan, Jelang Pilpres 2014, di akhir masa pemerintahan Nekolim-Neolib SBY-Boediono hingga saat ini secara mendasar belum  memperlihatkan perbaikan kemajuan dan kesejahteraan hidup yang berkeadilan sosial. Kekuasaannya masih saja melanggengkan keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan, dan mentalitas inlander suatu bangsa.
Lebih parah lagi fenomena yang terjadi pada Pilpres tahun 2014 ini juga diwarnai dengan berbagai perilaku dan sikap yang jauh dari nilai-nilai Pancasila. Maraknya kampanye hitam dan hujatan terhadap lawan kandidat oleh capres maupun timsesnya pada Pilpres 2014 ini pun seakan meniadakan nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradap.  Kampanye hitam itu berisi fitnah yang disadari oleh semua umat beragama di negara kita sebagai dosa besar, bahkan lebih kejam dari pembunuhan. Mengapa di negara yang menyakini Tuhan, kampanye hitam marak dilakukan? Ironisnya dilakukan oleh orang-orang yang mengklaim sebagai kelompok yang teguh memegang nilai-nilai ketuhanan agamanya.
Stop menjadi bangsa pecundang dan penghasut, Bersikaplah Kesatria dan Spotif
Di negara maju, kampanye negatif itu wajar, tetapi di Indonesia kampanye hitam dianggap lebih wajar dilakukan. Bahkan aparatus hukum dan bawaslu pun terkesan sangat lamban dan basa basi tanpa sanksi dalam menangani kasus ini. Padahal kampanye hitam tidak sekedar berupa fitnah tetapi lebih dari itu. Dampaknya bagi generasi muda merupakan pendidikan karakter yang sangat buruk. Oleh karena itu, tindakan tegas berupa pengusutan yang sungguh-sugguh dan pemberian sangsi yang berat harus dlaksanakan dengan pranata hukum yang tegas dan berwibawa demi terwujudnya rasa keadilan. Karena hal ini dapat menjadi potensi pemicu perpecahan persatuan bangsa.
Untuk itu, bangsa Indonesia membutuhkan persatuan kekuatan rakyat untuk berjuang mengembalikan cita-cita politik berdasarkan ideologi Pancasila. Perjuangan  melawan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, dan mengembalikan kembali kedaulatan Rakyat Indonesia serta menegakkan HAM dan Demokrasi di Indonesia harus terus dilakukan. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu harus diwujudkan dalam pemikiran dan tindakan seluruh rakyat Indonesia, untuk bangkit berdaulat dan mandiri dari keterpurukan saat ini.
Berhentilah menjadi bangsa pecundang dan penghasut. Jadilah bangsa kesatria yang mampu menunjukkan jati diri sendiri bahwa kita memiliki potensi untuk membangun Indonesia ke depan menjadi lebih baik dan bermartabat. Jadikan momentum semangat lahirnya Pancasila ini sebagai spirit Pilpres 2014. Sportivitas dan persaudaraan sebagai bangsa yang besar harus kita junjung tinggi. Kecurangan dalam Pilpres harus dihindari dan ditindak tegas agar tidak melukai rasa keadilan dalam berbangsa dan bernegara. Penyelenggaraan pilpres harus dilakukan secara adil dan jujur agar tidak menjadi pemicu perpecahan persatuan bangsa. Apabila hal ini dilakukan, siapa pun yang menjadi presiden harus didukung oleh rakyat.


Friday, May 23, 2014

Posted by Unknown | File under :
Pemilihan Presiden 2014 Pertaruhan Kebangkitan Indonesia Baru:
Dalam rangka hari Kebangkitan Nasional

Oleh Umi Salamah
Akademisi dan Pemerhati Sosial-Politik

Berhentilah jadi pecundang, hentikan korupsi
Cita-cita proklamasi belum selesai
Jangan biarkan negeri ini ini tidak berdaya
Jangan biarkan kami mati sia-sia
Libas koruptor, tebas mafia
Bangun bangsaku untuk berdikari dan mandiri
Seperti kami mencapai kemerdekaan ini
(Umi Salamah)


Mengambil Hikmah Nilai-nilai Kebangkitan Nasional dalam Pilpres 2014
Tanggal 20 Mei 1908, dikenang sebagai Hari Kebangkitan Nasional, lahirnya organisasi  modern pertama bernama “Boedi Oetomo” yang dibentuk oleh perkumpulan kaum muda intelektual yang jenuh dengan perlawanan terhadap penjajah Belanda secara fisik saja. Pertempuran-pertempuran di daerah sudah terlalu banyak memakan korban di pihak Nusantara, sementara Belanda tetap berjaya dengan politik devide et impera (memecah belah bangsa ). Sebagai organsasi modern karena organisisa yang diprakarsai oleh Dr. Soetomo, Dr. Wahidin,  dkk sudah mempunyai visi, misi, sistem, pemimpin, anggota dan segala komponen yang dibutuhkan dalam organisasi yang berhubungan dengan memerdekakan bangsa dari penjajahan saat itu.
Kebangkitan nasional kemudian menjadi tonggak perjuangan yang terus berlanjut dengan munculnya berbagai organisasi yang puncaknya mencapai proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 . Nilai-nilai Kebangkitan nasional, telah menjadi perekat jalinan persatuan dan kesatuan, serta semangat untuk melepaskan diri dari segala bentuk penjajahan, mengejar ketertinggalan dan membebaskan diri dari keterbelakangan. Nilai-nilai tersebut menjadi dasar perjuangan yang mengkristal dan menjadi kekuatan moral bangsa sebagaimana tertuang dalam ikrar Soempah Pemoeda, pada 28 Oktober 1928 yang pada akhirnya dituangkan dalam cita-cita proklamasi, yakni UUD 1945.
Bangsa Indonesia telah bersepakat bahwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang diperoleh melalui perjuangan panjang tersebut harus tetap dipertahankan, dipelihara dan dijaga. Akan tetapi, dalam kurun waktu 68 tahun perjalanannya, berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan masih saja terjadi. Bahkan bentuk penjajahan gaya baru yang disebut oleh Soekarno sebagai Neokolonialisme dan kapitalisme asing makin merajalela.
Ironis memang,  negara yang telah diperjuangkan oleh kaum intelektual, kini menyingkirkan peran itelektual. Sejak Orde Baru berkuasa, kran untuk masuknya penjajah baru bernama kapitalis asing telah dibuka sangat lebar. Berbagai sumber daya alam yang seharusnya dikuasai dan dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat, diberikan kepada penjajah baru bernama kapitalis asing, seperti Freeport, Newmont, Caltex, Total, Vico, Exon, Necson, Maryland, dan lain-lain telah menguras kekayaan negara kita untuk negara mereka. Mereka merasa nyaman menguras kekayaan Indonesia karena dilindungi oleh aparatur negara Indonesia. Aparatur negara yang seharusnya melindungi kekayaan negara untuk kemakmuran rakyat justru membuat rakyat dan intelektual muda ketakutan, terpinggirkan, dan menderita. Terjadi kesenjangan yang luar biasa. Aparatur negara yang melindungi kapitalis asing mendapat fasilitas kekayaan yang sangat luar biasa banyaknya sebagai imbal jasa perlindungan, sementara para intelektual yang membidani lahirnya bangsa ini makin tersingkirkan.
Lebih tragis lagi, pemimpin bangsa ini tidak mampu memberdayakan sisa kekayaan negara dan potensi sumber daya manusia untuk membangun bangsa. Mentalitas korupsi yang dibangun sejak orde baru telah meninabubukkan para pemimpin bangsa ini untuk makin memperkaya diri melalui korupsi. Penggundulan hutan, alih fungsi hutan, alih fungsi lahan pertanian rakyat bukan dikelola untuk kemakmuran rakyat tetapi selalu diberikan kepada kapitalis dan investor asing dengan harga yang sangat murah. Kemandirian bangsa menjadi sangat terpuruk, ketergantungan kepada pihak asing menjadi semakin tinggi. Imagi sebagai negara “gudang babu” makin melekat menjadi indentitas negara ini.
Isu nasionalisasi perusahaaan asing yang telah menguras kekayaan negara menjadi milik negara kembali merupakan omong kosong. Hal itu mustahil dilakukan karena pemilik perusahaan asing yang telah bercokol dan menguras kekayaan Indonesia terlanjur melibatkan konspirasi kapitalis multinasional. Jika hal itu dipaksakan akan terjadi resiko yang sangat besar seperti negara lain yang telah dihancurkan, sebut saja Iraq dan Libya.
Dengan memperhatikan perkembangan dan fenomena bangsa ini, maka semangat dan jiwa Kebangkitan Nasional menjadi penting untuk terus tetap digelorakan dalam setiap warga Negara Indonesia, agar tetap waspada dalam menjaga kesatuan sebagai bangsa yang besar dan mandiri. Untuk itu diperlukan pemimpin yang bisa menggerakkan kembali peran sipil intelektual untuk membangun bangsa dan negara.
Mampukah Indonesia keluar dari keterpurukan ini? Adakah kesadaran rakyat Indonesia untuk mengembalikan peran intelektual dalam membangun bangsa ini menjadi bangsa yang besar dan mandiri? Marilah peringatan Hari Kebangkitan Nasional ini, kita jadikan sebagai sebuah momentum untuk memasuki abad ke-2 Kebangkitan Nasional Indonesia baru.
Momentum ini akan diawali dengan pemilihan presiden baru, presiden yang peduli pada kemakmuran rakyat bukan presiden yang peduli pada koalisinya.

Pemilihan Presiden dan Maraknya Black Campaign/Kampanye hitam

Presiden yang tegas adalah presiden yang mampu membawa bangsa ini pada rel revolusi yang telah dibuat oleh pendiri bangsa. Presiden yang mampu menjalankan amanat revolusi kemerdekaan dalam UUD 1945. Presiden yang merakyat dan mengutamakan kemakmuran rakyat. Presiden yang mampu memberdayakan potensi bangsa dan negara untuk kemakmuran rakyat bukan mengutamakan impor yang memihak mafia. 

Presiden yang tegas bukan presiden yang berwajah garang dan arogan.  Presiden yang tegas bukan presiden yang kejam dan ditakuti oleh rakyat. Presiden yang tegas bukan yang rentan korupsi dan dipecundangi oleh para mafia. Presiden yang tegas bukan yang hanya melindungi dan memperkaya koalisinya. Tidak peka terhadap penederitaan rakyat dan tidak mampu melaksanakan amanah revolusi dalam UUD 1945.


Kekayaan yang dimiliki negara ini akan sia-sia jika negara ini tidak dipimpin oleh negarawan, cerdas, merakyat, dan beritegritas. Negarawan yang cerdas, merakyat,  dan berintegritas akan selalu mengutamakan kepentingan rakyat, memperdayakan potensi rakyat, memberikan ruang yang besar terhadap peran intelektual, berpenampilan dan berpola hidup sederhana. Bekerja keras untuk rakyat dan memberikan kebijakan yang menyejahterakan rakyat, serta memajukan negara sebagaimana amanah revolusi dalam UUD 1945. Presiden yang mau memberikan porsi yang optimal dalam kabinet dan pengambil kebijakan strategis dalam membangun bangsa dan negara. Sudah saatnya kaum intelektual diberi porsi yang optimal dan berperan aktif untuk kebangkitan Indonesia baru, Indonesia yang besar dan mandiri. Oleh karena itu, gunakan hak pilih Anda secara tepat, karena Pilpres tahun 2014 ini  merupakan pertaruhan masa depan Bangsa Indonesia.